Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
Sabtu, 29 Agustus 2009

GANYANG MALAYSIA

Diposting oleh Firman Mulyadi

Hari ini, Selasa 2 Juni 2009, suasana konfrontatif antara Indonesia dan Malaysia kembali membara. Pemicunya adalah provokasi kapal Kepolisian Diraja Malaysia ke wilayah perairan Indonesia di blok Ambalat. Media cetak, elektronik, online, memberitakan ulah negeri jiran yang “keterlaluan”. Tak ayal, tidak hanya blogger... tidak sedikit masyarakat yang terbakar amarah, dan siap “ganyang Malaysia”.

bendera Indonesia

Sontak seorang sahabat memintaku mengilas balik sejarah “Ganyang Malaysia”, sejarah Bung Karno mengobarkan perang terhadap “boneka British”. Bahkan bila perlu, dikilas balik ke saat di mana Perdana Menteri Inggris Harold McMilan dan Perdana Menteri Malaysia Tungku Abdul Rahman merancang “Proyek Malaysia” dalam perundingan di London Oktober 1961 dan dilanjutkan Juli 1962. Bung Karno meradang. Sebab, proyek nekolim itu memang sengaja dibentuk untuk “mengerangkeng”, “memojokkan” dan melumpuhkan kekuatan Indonesia (baca: Bung Karno). Fakta di lapangan, bahkan Rakyat Malaysia sendiri menolak negeri boneka Malaysia bentukan Inggris. Sebab, itu berarti memperpanjang cengkeraman Inggris di negeri semenanjung itu. Mereka bahkan lebih memilih bergabung dengan Indonesia daripada Malaysia tetap dicengkeram Inggris.

malaysia20flagItu hanya sekilas latar belakang konfrontasi Indonesia – Malaysia yang dikobarkan Bung Karno dengan jargon “Ganyang Malaysia”, “Ini Dadaku, Mana Dadamu”…. Saya sendiri merasa tidak terlalu tertarik menguak kembali kisah itu. Sebab, literatur “Konfrontasi Indonesia – Malaysia” terlalu banyak bisa kita jumpai secara online. Artinya, kalau saya ungkap kembali sejarah tadi di blog ini, maka hanya sedikit manfaat yang bisa dipetik dari tulisan itu. Sebab, yang terjadi kemudian hanyalah copy-paste, pengulangan…. Lantas, kalau itu yang saya lakukan, untuk apa pula Anda mengunjungi blog ini? Sampailah saya pada upaya telaah pustaka, mencari sesuatu yang –setidaknya bagi saya– adalah hal baru. Tertumbuklah mata saya pada buku yang belum lama saya jadikan rujukan tulisan terdaulu, yakni buku Memoar Oei Tjoe Tat, Pembantu Presiden Soekarno. Ada beberapa hal yang saya rasa menarik perlu kita ketahui, agar kita bisa melihat Malaysia secara lebih lengkap.

soekarnoTahukah Anda, sebagai sebuah negara, sejatinya Malaysia tidaklah memiliki kedaulatan penuh. Benar kata Bung Karno, ia tak lebih dari B-O-N-E-K-A…. boneka Inggris. Dalam kalimat yang saya rasa sepadan, bahwa sejatinya, Malaysia bukanlah negara merdeka. Malaysia –seperti halnya negara commonwealth/persemakmuran lain– tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari cengkeraman Inggris.

bakar bendera MalaysiaNegara Malaysia dibentuk di atas sebuah perjanjian antara Inggris dan Malaysia. Pasal VI perjanjian yang ditandatangani di London pada 9 Juli 1963 tertera: Pemerintah Malaysia harus mengizinkan pemerintah Inggris menggunakan haknya dalam meneruskan pemeliharaan pangkalan-pangkalan militer dan fasilitas-fasilitas yang kini dipegang oleh penguasa militer Inggris di Singapura dan pemerintah Malaysia harus mengizinkan pemerintah Inggris mempergunakan pangkalan-pangkalan tersebut jika sewaktu-waktu Inggris perlu.
Selain itu, Malaysia mengizinkan Inggris menyewa tanah selama 999 tahun untuk dijadikan pangkalan militer. Sebagai contoh, Naval Base Sembawang 999 tahun. Kanji juga 999 tahun. Di samping itu, masih banyak tempat lain: Loyang Yurongbukittombok, Mount Faber, dll
. Saya menghitung, jika perjanjian itu ditandatangani tahun 1963, dan berlaku untuk 999 tahun ke depan, itu artinya, Malaysia masih menjadi negara “jajahan” Inggris sampai tahun 2962 Masehi….. Lantas, apa yang mereka banggakan dengan status Malaysia sebagai sebuah negara? Mestinya tidak terlalu bangga. Atau bahkan malu menjadi boneka imperialis. Akan tetapi, jangan-jangan karena status itulah mereka menjadi ekspansionis. Setelah mencaplok Sipadan – Ligitan melalui kemenangan mereka bersengketa dengan Indonesia di Mahkamah Internasional, kini mereka terus menyoal Blok Ambalat. Mereka, dapat saya pastikan, akan terus dan terus memprovokasi Indonesia. Yang paling mudah adalah dengan manuver-manuver armada kapal mereka, baik milik institusi militer ataupun kepolisian. Dan, manakala kita terprovokasi dan menyulut konflik sehingga menjadi sengketa antarnegara, maka persoalan itu tentu akan dibawa ke Mahkamah Internasional di Denhaag, Belanda. Mari kita camkan, siapakah Belanda itu? Belanda adalah sekutu Inggris. Siapakah Inggris? Inggris adalah sang “Pemilik” Malaysia. Semoga, tulisan singkat ini menjadi bahan renungan yang bermanfaat.

moar Pembantu Presiden Sukarno Bernama Oei Tjoe Tat

Buku Memoar Oei Tjoe Tat

Bangsa ini tidak boleh melupakan seorang Tionghoa bernama Oei Tjoe Tat. Pria kelahiran Solo 26 April 1922 ini adalah salah satu pembantu Prsiden Sukarno dalam jabatan Menteri Negara Diperbantukan Presideium Kabinet Kerja periode 1963 – 1966. Sebagai pemuda terdidik, Oei Tjoe Tat memiliki suatu idealisme yang membanggakan. Dia menginginkan Indonesia yang pluralistik, yang tidak membeda-bedakan warga negaranya berdasarkan asal-usul, agama, rasial, budaya, dan pandangan politiknya. Untuk memegang idealismenya, Oei Tjoe Tat harus mengalami perjalalanan hidup yang berliku. Baik semasa menjadi pengacara, ataupun dalam kegiatan selanjutnya, ia mengalami pasang-surut yang tidak mudah guna mewujudkan impiannya tadi. Sarjana Hukum lulusan Recht Hogeschool (RH) (1940 – 1942) dan Univeriteit van Indonesie, Faculteit der Rechtgeleerdheid & van Sociale Wetenschappen di Jakarta ini, memuncaki kariernya sebagai seorang menteri, pembantu Presiden Sukarno. Bisa jadi, kekentalan jiwa dan spirit nasionalisme serta pluralisme itu makin terpupuk saat ia menjalani “wawancara khusus” di Istana Bogor sebelum resmi menjadi menteri. Ia menceritakan betapa Bung Karno bisa sangat misterius bahkan cenderung menakutkan. Seperti pertanyaan pertama yang Bung Karno sampaikan kepada Oei Tjoe Tat, “Mengapa Mr. Oei datang ke sini?” Oei menjelaskan semua alasan, mulai dari telepon pasukan Cakrabirawa yang memintanya menghadap Bung Karno di Istana Bogor, sampai keresahan dan rasa penasarannya yang begitu tinggi karena ia tidak diberitahu duduk soal mengapa dipanggil ke Istana Bogor. Sejumlah pentolan organisasi politik dan tokoh masyarkat yang dekat dengan Bung Karno, tidak satu pun mengetahui ihwal pemanggilan Oei oleh Bung Karno. “Saya panggil Mr. Oei untuk diangkat menjadi Menteri yang akan membantu Presiden dan Presidium (Dr. Subandrio, Dr. Leimena, dan Chaerul Saleh). Bagaimana?” Oei Tjoe Tat menjawab polos, “Mengagetkan, tak perah say impikan dan inginkan.” Rupanya Bung Karno tidak berkenan dengan jawaban itu, sehingga memberondong Oei dengan pertanyaan yang bertujuan menguji loyalitasnya sebagai kader Partindo, ketaatannya kepada Presiden Republik Indonesia dan Pemimpin Besar Revolusi, dan sebagainya, dan sebagainya. Oei Tjoe Tat pun akhirnya menerima baik pengangkatan itu. Apalagi setelah Bung Karno dengan suara berat berkata, “Sayalah yang menentukan kapan Bangsa, Negara, dan Revolusi memerlukan Saudara, bukan Saudara sendiri.”

Pancasila, Ideologi Kelas Dunia

Memprihatinkan, bahwa sebagai ideologi, Pancasila makin pudar dari waktu ke waktu. Alih-alih menentang komunisme, menolak liberalisme, tetapi sejatinya Pancasila itu sendiri sedang dalam proses kemunduran yang dahsyat.

pancasila

Sebagai ideologi, Pancasila telah mencapai posisi puncak pada tanggal 30 September 1960, bersamaan dengan pidato Presiden Sukarno di depan Sidang Umum PBB ke-15. Naskah pidato Bung Karno begitu termasyhur dengan judul megah: “To Build the World Anew”, membangun tatanan dunia yang baru berdasarkan Pancasila. Dalam kesempatan itu, dengan sangat fasihnya, Bung Karno mengupas satu demi satu Pancasila dan penafsiran serta pemaknaannya. Ia juga dengan bangga mengatakan bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi alternatif. Pidato Bung Karno telah memukau para pemimpin dunia, dan Pancasila yang dirangkai dari butir-butir manikam warisan bangsa Nusantara, telah merasuk ke dalam sanubari para pemimpin dunia. Ada baiknya, dalam memperingati Kelahiran Pancasila 1 Juni, kita tidak hanya menengok sejarah lahirnya Pancasila, atau menyoal tentang makin tipisnya pamahaman generasi muda terhadap makna ideologi Pancasila. Saya mengajak, kita meluangkan waktu sejenak, baca kembali pidato lahirnya Pancasila yang diucapkan Bung Karno. Kita resapi, dan kita sebarkan sebagai bagian dari upaya melestarikan ideologi bangsa. Sebelum menulis naskah ini, saya sempat men-search “LAHIRNYA PANCASILA” di Mister Google, hasilnya luar biasa. Banyak sekali laman tentang lahirnya Pancasila. Itu artinya, sumber informasi tentang Pancasila sangatlah banyak. Tinggallah kita, berusaha meresapi dan memaknainya dalam tata kehidupan sehari-hari. Termasuk, tentu saja, memilih calon pemimpin bangsa yang concern terhadap ideologi Pancasila Terakhir, Oei Tjoe Tat kembali bikin “perkara” dengan Bung Karno, ketika ia melontarkan pertanyaan, “Apakah nanti sebagai Menteri Republik Indonesia saya sebaiknya mengganti nama, dan apakah Presiden berkenan memilihkan nama baru saya?” Muka Bung Karno sontak merah, dan berkata meledak-ledak, “Wat? Je bent toch een Oosterling? Heb je gen respect meer voor je vader, die je die naam heft gegeven…” (Apa? Kamu kan orang Timur? Apa kamu sudah kehilangan hormat pada ayamu, yang memberi kamu nama itu?” Jawaban Bung Karno ditangkap jelas oleh Oei Tjoe Tat, bahwa Presiden Sukarno bukan rasialis. Sepulang dari Bogor dan menceritakan pertemuannya dengan Bung Karno, istrinya hanya melongo. Di sisi lain, mendengar cerita itu, Partindao dan Baperki (dua organisasi tempat Oei Tjoe Tat berkiprah), merasa puas dan bangga. Begitulah sekelumit buku Memoar Oei Tjoe Tat, Pembangu Presiden Soekarno, terbitan Hasta Mitra. Naskah memoar Oei, disunting oleh Pramoedya Ananta Toer dan Stanley Ai Prasetyo. Pancasila, Ideologi Kelas Dunia

Garuda Pancasila OK

Memprihatinkan, bahwa sebagai ideologi, Pancasila makin pudar dari waktu ke waktu. Alih-alih menentang komunisme, menolak liberalisme, tetapi sejatinya Pancasila itu sendiri sedang dalam proses kemunduran yang dahsyat.

pancasila

Sebagai ideologi, Pancasila telah mencapai posisi puncak pada tanggal 30 September 1960, bersamaan dengan pidato Presiden Sukarno di depan Sidang Umum PBB ke-15. Naskah pidato Bung Karno begitu termasyhur dengan judul megah: “To Build the World Anew”, membangun tatanan dunia yang baru berdasarkan Pancasila. Dalam kesempatan itu, dengan sangat fasihnya, Bung Karno mengupas satu demi satu Pancasila dan penafsiran serta pemaknaannya. Ia juga dengan bangga mengatakan bahwa Pancasila adalah sebuah ideologi alternatif. Pidato Bung Karno telah memukau para pemimpin dunia, dan Pancasila yang dirangkai dari butir-butir manikam warisan bangsa Nusantara, telah merasuk ke dalam sanubari para pemimpin dunia. Ada baiknya, dalam memperingati Kelahiran Pancasila 1 Juni, kita tidak hanya menengok sejarah lahirnya Pancasila, atau menyoal tentang makin tipisnya pamahaman generasi muda terhadap makna ideologi Pancasila. Saya mengajak, kita meluangkan waktu sejenak, baca kembali pidato lahirnya Pancasila yang diucapkan Bung Karno. Kita resapi, dan kita sebarkan sebagai bagian dari upaya melestarikan ideologi bangsa. Sebelum menulis naskah ini, saya sempat men-search “LAHIRNYA PANCASILA” di Mister Google, hasilnya luar biasa. Banyak sekali laman tentang lahirnya Pancasila. Itu artinya, sumber informasi tentang Pancasila sangatlah banyak. Tinggallah kita, berusaha meresapi dan memaknainya dalam tata kehidupan sehari-hari. Termasuk, tentu saja, memilih calon pemimpin bangsa yang concern terhadap ideologi Pancasila

Nyaris Dibantai Nica, Bung Karno Diselamatkan Tentara India

Pasca proklamasi, suasana kian genting. Keterpurukan Jepang dari Sekutu, serta belum adanya perintah menyerah dari Kaisar, membuat serdadu Jepang yang ada di Indonesia frustrasi. Dalam situasi seperti itu, Sekutu kembali mendarat di Bumi Pertiwi, hendak mengoyak-koyak kembali kemerdekaan yang sudah diproklamasikan Bung Karno dan Bung Hatta, atas nama rakyat Indonesia.

SOEKARNO

Syahdan, sebelum Bung Karno dan Bung Hatta akhirnya memutuskan hijrah ke Yogyakarta tahun 1946, sebelumnya telah dipicu oleh sebuah peristiwa upaya pembantaian terhadap Bung Karno oleh para tentara Sekutu gabungan di Jl.Kramat, Jakarta Pusat. Peristiwanya bermula ketika pada suatu hari, Bung Karno hendak mengunjungi dokter pribadinya, Dr. R. Soeharto yang beralamat di Jl. Kramat 128, Jakarta Pusat. Apa lacur, ketika hendak mencapai tujuan, sekelompok tentara Sekutu mencegat mobil Oldsmobile yang membawa Bung Karno. Mereka langsung mengepung dan mengarahkan senapan berbayonet ke arah mobil Sukarno. Senapan itu telah dikokang sebelumnya. Itu berarti, peluru setiap saat bisa dimuntahkan guna membinasakan proklamator kita. Peristiwa itu, sontak menggegerkan masyarakat yang melihatnya. Kabar tersebar begitu cepat, laksana tertiup angin. Salah satu menerima kabar adalah Tabib Sher, seorang tabib asal India yang membuka praktek di Jl. Senen Raya, tak jauh dari Jl. Kramat Raya. Kebetulan, saat kabar diterima, di situ tengah berkumpul para serdadu Sekutu yang beretnis India muslim. Tabib Sher yang memang pro kemerdekaan Indonesia, dan juga pendukung Sukarno, kontan mengajak para serdadu Sekutu India muslim dan sejumlah pejuang, menuju TKP (tempat kejadian perkara). Terjadilah pemandangan sengit, ketika tentara Sekutu India Muslim menodongkan senapannya ke arah rekan tentara Sekutu gabungan Inggris dan Belanda. Tentara Nica Sekutu diperintahkan meletakkan senapan dan mengangkat tangan. Perang mulut tak terhindarkan. Nica semula bersikukuh hendak menghabisi, setidaknya merangsek Bung Karno sebagai “musuh nomor satu” Nica. Tentara Sekutu India Muslim mengokang senapan dan siap berbaku tembak. Ciut nyali serdadu Nica, mereka mundur teratur sambil melontarkan sumpah serapah. Mundurnya Nica, diikuti gerakan serdadu India Muslim dengan tetap menodongkan senapannya. Dr Soeharto yang menyaksikan dari depan rumahnya, segera menghambur menjemput Sukarno, manakala dilihat tentara Nica mundur teratur. Bung Karno segera menuju rumah Dr. Soeharto yang tak jauh dari lokasi kejadian. Setelah situasi mereda, diketahuilah, bahwa tentara-tentara Nica yang jengkel dan kecewa karena digagalkan merangsek Sukarno, melampiaskan amarahnya pada mobil Bung Karno. Kaca dipecah, ban ditusuk bayonet, body dibuat penyok, dan amukan-amukan lain tertuju pada mobil tak berdosa. Adalah Tabib Sher pula yang kemudian menderek mobil Bung Karno, memperbaikinya, dan menyerahkan kembali kepada Bung Karno melalui dr. Darmasetiawan yang waktu itu menjabat Sekjen Kemnterian Penerangan dan berkantor di Jl. Cilacap, Menteng, Jakarta Pusat. Sementara itu, Bung Karno sendiri dikabarkan sudah berada di Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar