Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
Jumat, 23 April 2010

Sebuah Drama Yang Melelahkan Bangsa

Diposting oleh Firman Mulyadi

Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan alasan sosiologis tak dapat menjadi dasar dalam penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Hakim membatalkan SKPP itu dan memerintahkan kejaksaan membawa kasus Bibit-Chandra ke Pengadilan.

Sesungguhnya, tidak cuma alasan sosiologis saja yang mejadi dasar diterbitkannya SKPP itu oleh Kejaksaan Negeri Selatan. SKPP itu juga memuat alasan yuridis, bahkan disebutkan sebagai alasan pertama.

Website Kejari Jaksel yang beralamat di www.kejari-jaksel.go.id, Senin (20/4/2010), masih memuat riwayat lengkap penerbitan SKPP itu berikut alasan yang mendasarinya. Dimulai dari diserahkannya berkas kasus yang membuat Bibit-Chandra didudukkan sebagai tersangka itu pada 26 dan 30 November 2009.

Sehari setelah itu, atau persisnya tanggal 1 Desember 2009, Kejari Jaksel menerbitkan SKPP untuk menghentikan penuntutan perkara tersebut. Bibit dan Chandra saat itu juga diundang hadir ke Kantor Kejari Jaksel di Jl Rambai untuk menandatangani SKPP.

SKPP untuk Chandra bernomor Tap-01/0.1.14/Ft.1/12/2009, sedangkan SKPP untuk Bibit bernomor Tap-02/0.1.14/Ft.1/12/2009. SKPP itu diserahkan langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Setia Untung Arimuladi.

Bibit dan Chandra sebelumnya disangkakan telah melalukan upaya pemerasan dan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan surat cekal tersangka korupsi Anggoro Widjojo dan pencabutan cekal buronan Joko Tjandra. Keduanya dianggap melangga Pasal 12 huruf e; Pasal 15 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 dan/atau Pasal 23 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 421 KUHP. Dengan terbitnya SKPP itu, penuntutan keduanya resmi dihentikan.

Arimuladi menyatakan, kedua perkara pimpinan KPK itu dihentikan dengan alasan yuridis. Perbuatan tersangka, meskipun telah memenuhi rumusan delik yang disangkakan, namun karena dipandang tersangka tidak menyadari dampak yang akan timbul atas perbuatannya, perbuatan tersebut dianggap hal yang wajar dalam rangka menjalankan tugas dan wewenangnya. Hal yang sama juga telah dilakukan pendahulu Bibit-Chandra, sehingga keduanya dapat diterapkan ketentuan Pasal 50 KUHP.

Sedangkan untuk alasan sosiologis, Arimuladi menyatakan, adanya suasana kebatinan yang berkembang saat itu membuat perkara Bibit-Chandra tidak layak diajukan ke pengadilan, karena lebih banyak mudharat dari pada manfaatnya. Penghentian penuntutan itu juga untuk menjaga harmonisasi lembaga penegak hukum (Kejaksaan, Polri dan KPK) dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi.

"Dan masyarakat memandang perbuatan yang dilakukan oleh tersangka tidak layak untuk dipertanggungjawabkan kepada tersangka karena perbuatan tersebut adalah dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya di dalam pemberantasan korupsi yang memerlukan terobosan-terobosan hukum," demikian website tersebut menuliskan pernyataan Arimuladi.

Dalam berbagai kesempatan, baik Bibit dan Chandra telah membantah melakukan perbuatan yang disangkakan itu. Polisi menuding Bibit menerima uang sekitar Rp 1,5 miliar pada kurun waktu 12-18 Agustus 2008 di hotel Bellagio Residence, Jakarta. Namun, Bibit menyatakan, pada saat itu ia tengah berada di Peru.

Sementara Chandra mengatakan, tuduhan dirinya menerima uang itu sebagai fitnah. Ia menyesalkan berubah-ubahnya tanggal penerimaan uang itu di berkas polisi. Setelah menyebut uang itu diterimanya pada 27 Februari, polisi lantas mengubah menjadi tanggal 15 April dan terakhir sekitar Maret 2009.
Namun lagi-lagi ini bagaikan sebuah drama yang tidak usai-usai, masyarakat telah lelah menyaksikan semua drama ini, siapa benar dan siapa salah jadi pertanyaan yang penting, apakah dimenangkan pra peradilan oleh pihak Anggodo ini mengidentifkasikan dengan adanya rencana KPK untuk memanggil pejabat-pejabat penting negara terkait kasus 6,7 Triliun ??? Entahlah tapi masyarakat telah lelah, energi kita telah terkutas habis untuk sebuah drama yang belum berujung.

0 komentar:

Posting Komentar