Hm..Ini dia neh, topik terhangat beberapa hari ini..
Setelah ditunggu-tunggu, akhirnya sudah ketahuan juga calon Kapolri yang diusulkan Presiden ke DPR..
Calon Kapolri itu adalah nama "alternatif" yang diluar dari kandidat yang sudah lama beredar seperti Komjen Iman Sudjarwo, Komjen Nana Sukarna dan Komjen Ito Sumardi..
Sapa dia??
Ternyata dia adalah Komjen Timur Pradopo...
Mantan Kapolda Metro Jaya yang begitu menyita perhatian kita karena seakan mendadak namanya diusulkan oleh Presiden..
Sejujurnya tidak ingin membahas mengenai sah tidaknya, atau pantas tidaknya proses penseleksian sebagaimana yang rame dibahas di beberapa media online ataupun media massa...
Bagi kami rakyat jelata, Sapapun Kapolri itu adalah orang yang mampu memberikan rasa aman kepada 200 juta rakyat indonesia, mampu menyatukan POLISI seluruh indonesia menjadi garda terdepan dalam memberantas korupsi, terorisme, narkoba dan segala macam kejahatan...
yang menjadi lucu adalah, pak Timur Pradopo ini sangat instans sekali dalam naik pangkat, terkesan dipaksakan, bayangkan dalam waktu satu bulan beliau naik dua kali,,hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan dis harmonis diantara para perwira tinggi di POLRI, karena pak TImur Pradopo sangat dipaksakan sekali dalam menaikan pangkat ke Jendral, sehingga secara psikologis banyak yang tadinya adalah atasan pak TImur Pradopo, kini menjadi bawahannya, karena kini Timur Pradopo menjadi orang no satu di jajaran POLRI.
Firman Mulyadi
![Firman Mulyadi](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCDiNzbkV-cfenfM1m1yIqSy-xPJ2mMMRLtAFcpuY9vPh2Nd-7Lj7-QWR1NxjYU5jPlRAP3IKNb2HlhL-X6Wp-zR5fQxGqgO_AoqpcNRMFIQW8WqbGjqxo427QJQk28gztOcAPKnwZd644/s200/firman+mulyadi.jpg)
Firman Mulyadi
![Firman Mulyadi](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjA72cHPZjOLEAvs71xf75wD2-198mHQt3iW9unuMygyFCPgrAjozzDkqVyvKTZNlRcUK2LRHUvpeEF73uGxMBGGh0IeXxwq_hb6XOqRl9e5iUqvcGIulRECols4LYVWiQdSxvJWQ1x04vt/s200/firman+mk2.jpg)
Owner this Blogs
DAFTAR LINK
Mengenai Saya
![Foto saya](http://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXwjNhKwKH3j29H5i-Nu2La0dFaqDzaZIP7Z-jkpOs7He2H7hQD2aAhlW1ge6guZfRHw12g_A1gVbawS7CIfF9Et6056D9dylZ4u5weG-1zbUKmu4qqE1wb_QPNEmUfQ/s220/fm.jpg)
- Firman Mulyadi
- Cianjur, Jawa Barat
- FIRMAN MULYADI Lahir di Garut 14 July 1984. Mahasiswa Jurusan Fakultas Hukum, Universitas Suryakancana Cianjur Jawa Barat ini adalah seorang Ketua BEM Universitas Suryakancana Cianjur, saya memulai karir organisasi sebagi seorang anggota HMI Komisariat UNSUR pada tahun 2006 sebagai PTKP Komisariat Unsur, Kemudian pada tahun 2007-2008 Sebagai Kabid HAM dan Lingkuhan Hidup HMI Cabang Cianjur, dan Kabid Dikbud Bem Unsur Cianjur pada 2008-2009, kemudian menjadi Ketua BEM Unsur Cianjur 2009-2010,kemudian melanjutkan study ke Pasca Sarjana FH Universitas Suryakancana jurusan Otonomi Daerah. Sekarang menjadi Sekjen AMS DISTRIK 014 Kabupaten Cianjur periode 2010-2015, Ketua DPC GEMA MKGR Kabupaten Cianjur Periode 2011-2016, sekarang aktiv menjadi Pengacara Publik di Yayasan LBH Cianjur Divisi HAM dan Politik dan menjadi Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Kebijakan Publik (LK2P) yang dalam programnya aktiv memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Alamat : Jl. Aria Cikondang Gg. Langensari RT04/19 kel sayang Cianjur 43213 Jawa Barat Mobile Phone : +6285624409047 E-mail : firman_mulyadi41@yahoo.com
Kapolri Instan jangan sampai kayak Mie Instan
Diposting oleh Firman MulyadiUntuk bisa meninggalkan Rutan Mako Brimob, yang dikatakan seminggu sekali, Gayus selalu menyuap petugas. Berapa nilai suapnya?
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Iskandar Hasan, nilai suap itu berkisar Rp 50 juta sampai Rp 60 juta. Jumlah paling banyak diterima Kepala Rutan Mako Brimob Komisaris Iwan Siswanto yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus keluarnya Gayus dari tahanan.
"Totalnya dia terima 50 (juta) sampai 60 juta, tapi ini bukan jumlah sekali bayar namun bertahap," jelas Iskandar. Sedangkan, untuk delapan anggota petugas Rutan menerima suap sekitar Rp 5 juta-Rp 6 juta. "Anggota lainnya terima lebih sedikit. Tapi nanti kita akan cross check lagi dengan meminta keterangan Gayus juga berapa yang dia beri," jelas Iskandar.
Dari manakah Gayus mendapatkan uang untuk menyuap? Iskandar menyatakan masih akan diselidiki. "Yang jelas dia tidak pakai perantara suap ke petugas. Langsung dari Gayus ke petugas," jelasnya.
Sembilan polisi ini, sejak 8 November 2010 telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dari Gayus Tambunan, agar bisa keluar dari rumah tahanan. Dari hasil penyelidikan Propam dan Bareskrim Polri, dinyatakan sembilan anggota polisi telah memenuhi bukti permulaan cukup untuk dipersangkakan melanggar ps 5 ay 2, pas 11, ps 12 UU no 20 thn 2000 , ttg perubahan UU No 31 tahun 2009 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto ps 55 dan ps 56.
Jadi inilah anak emas para penegak hukum, jangan harap masyarakat akan percaya terhadap aparat penegak hukum kalau selalu seperti ini.Sejarah Sistem Politik Indonesia bisa dilihat dari proses politik yang terjadi di dalamnya. Namun dalam menguraikannya tidak cukup sekedar melihat sejarah Bangsa Indonesia tapi diperlukan analisis sistem agar lebih efektif. Dalam proses politik biasanya di dalamnya terdapat interaksi fungsional yaitu proses aliran yang berputar menjaga eksistensinya. Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.
Dalam melakukan analisis sistem bisa dengan pendekatan satu segi pandangan saja seperti dari sistem kepartaian, tetapi juga tidak bisa dilihat dari pendekatan tradisional dengan melakukan proyeksi sejarah yang hanya berupa pemotretan sekilas. Pendekatan yang harus dilakukan dengan pendekatan integratif yaitu pendekatan sistem, pelaku-saranan-tujuan dan pengambilan keputusan
Proses politik mengisyaratkan harus adanya kapabilitas sistem. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik dikuru dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.
Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional.
Perubahan ini besaran maupun isi aliran berupa input dan output. Proes mengkonversi input menjadi output dilakukan oleh penjaga gawang (gatekeeper).
Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik :
1. Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara.
2. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
3. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
4. kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem.
5. kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif.
6. kapabilitas dalam negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.
Ada satu pendekatan lagi yang dibutuhkan dalam melihat proses politik yaitu pendekatan pembangunan, yang terdiri dari 2 hal:
a. Pembangunan politik masyarakat berupa mobilisasi, partisipasi atau pertengahan. Gaya agregasi kepentingan masyarakat ini bisa dilakukans ecara tawaran pragmatik seperti yang digunakan di AS atau pengejaran nilai yang absolut seperti di Uni Sovyet atau tradisionalistik.
b. Pembangunan politik pemerintah berupa stabilitas politik
PROSES POLITIK DI INDONESIA
Sejarah Sistem politik Indonesia dilihat dari proses politiknya bisa dilihat dari masa-masa berikut ini:
- Masa prakolonial
- Masa kolonial (penjajahan)
- Masa Demokrasi Liberal
- Masa Demokrasi terpimpin
- Masa Demokrasi Pancasila
- Masa Reformasi
Masing-masing masa tersebut kemudian dianalisis secara sistematis dari aspek :
· Penyaluran tuntutan
· Pemeliharaan nilai
· Kapabilitas
· Integrasi vertikal
· Integrasi horizontal
· Gaya politik
· Kepemimpinan
· Partisipasi massa
· Keterlibatan militer
· Aparat negara
· Stabilitas
Bila diuraikan kembali maka diperoleh analisis sebagai berikut :
1. Masa prakolonial (Kerajaan)
· Penyaluran tuntutan – rendah dan terpenuhi
· Pemeliharaan nilai – disesuikan dengan penguasa atau pemenang peperangan
· Kapabilitas – SDA melimpah
· Integrasi vertikal – atas bawah
· Integrasi horizontal – nampak hanya sesama penguasa kerajaan
· Gaya politik - kerajaan
· Kepemimpinan – raja, pangeran dan keluarga kerajaan
· Partisipasi massa – sangat rendah
· Keterlibatan militer – sangat kuat karena berkaitan dengan perang
· Aparat negara – loyal kepada kerajaan dan raja yang memerintah
· Stabilitas – stabil dimasa aman dan instabil dimasa perang
2. Masa kolonial (penjajahan)
· Penyaluran tuntutan – rendah dan tidak terpenuhi
· Pemeliharaan nilai – sering terjadi pelanggaran ham
· Kapabilitas – melimpah tapi dikeruk bagi kepentingan penjajah
· Integrasi vertikal – atas bawah tidak harmonis
· Integrasi horizontal – harmonis dengan sesama penjajah atau elit pribumi
· Gaya politik – penjajahan, politik belah bambu (memecah belah)
· Kepemimpinan – dari penjajah dan elit pribumi yang diperalat
· Partisipasi massa – sangat rendah bahkan tidak ada
· Keterlibatan militer – sangat besar
· Aparat negara – loyal kepada penjajah
· Stabilitas – stabil tapi dalam kondisi mudah pecah
3. Masa Demokrasi Liberal
· Penyaluran tuntutan – tinggi tapi sistem belum memadani
· Pemeliharaan nilai – penghargaan HAM tinggi
· Kapabilitas – baru sebagian yang dipergunakan, kebanyakan masih potensial
· Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
· Integrasi horizontal- disintegrasi, muncul solidarity makers dan administrator
· Gaya politik - ideologis
· Kepemimpinan – angkatan sumpah pemuda tahun 1928
· Partisipasi massa – sangat tinggi, bahkan muncul kudeta
· Keterlibatan militer – militer dikuasai oleh sipil
· Aparat negara – loyak kepada kepentingan kelompok atau partai
· Stabilitas - instabilitas
4. Masa Demokrasi terpimpin
· Penyaluran tuntutan – tinggi tapi tidak tersalurkan karena adanya Front nas
· Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM rendah
· Kapabilitas – abstrak, distributif dan simbolik, ekonomi tidak maju
· Integrasi vertikal – atas bawah
· Integrasi horizontal – berperan solidarity makers,
· Gaya politik – ideolog, nasakom
· Kepemimpinan – tokoh kharismatik dan paternalistik
· Partisipasi massa - dibatasi
· Keterlibatan militer – militer masuk ke pemerintahan
· Aparat negara – loyal kepada negara
· Stabilitas - stabil
5. Masa Demokrasi Pancasila
· Penyaluran tuntutan – awalnya seimbang kemudian tidak terpenuhi karena fusi
· Pemeliharaan nilai – terjadi Pelanggaran HAM tapi ada pengakuan HAM
· Kapabilitas – sistem terbuka
· Integrasi vertikal – atas bawah
· Integrasi horizontal - nampak
· Gaya politik – intelek, pragmatik, konsep pembangunan
· Kepemimpinan – teknokrat dan ABRI
· Partisipasi massa – awalnya bebas terbatas, kemudian lebih banyak dibatasi
· Keterlibatan militer – merajalela dengan konsep dwifungsi ABRI
· Aparat negara – loyal kepada pemerintah (Golkar)
· Stabilitas stabil
6. Masa Reformasi
· Penyaluran tuntutan – tinggi dan terpenuhi
· Pemeliharaan nilai – Penghormatan HAM tinggi
· Kapabilitas –disesuaikan dengan Otonomi daerah
· Integrasi vertikal – dua arah, atas bawah dan bawah atas
· Integrasi horizontal – nampak, muncul kebebasan (euforia)
· Gaya politik - pragmatik
· Kepemimpinan – sipil, purnawiranan, politisi
· Partisipasi massa - tinggi
· Keterlibatan militer - dibatasi
· Aparat negara – harus loyal kepada negara bukan pemerintah
· Stabilitas - instabil
bahwasanya Penemuan hukum dimana terdapat peristiwa dan tidak ditemukan aturan secara tertulis dalam suatu perundang–undangan maka diberikan kewenangan kepada Hakim dalam meberikan penafsiran.
I. Jenis-Jenis Interpretasi Hukum
Jenis –jenis interpretasi hukum menurut Achad Ali (2002:163-176) yang sering digunakan yakni :
1. Interpretasi dengan metode Subtantif
Metode subtantif adalah dimana hukum harus menerapkan suatu teks undangn–undang terhadap kasus In-konkreto dengan belum memasuki taraf penggunaan penalaran yang lebih rumit, tetapi sekedar menerapkan sillogisme.
Contoh : Pasal 378; “ barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun penghapusan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Unsur daripada penipuan adalah :
a. dengan maksud untuk menguntungkan diri dengan melawan hukum;
b. menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu;
c. dengan menggunakan salah satu upaya penipuan.
Maksud penipuan tidak ada, atau tidak dijelaskan.
2. Interpretasi Gramatikal
Menurut Achad ali (2002:166) interpretasi Grametikal adalah menafsirkan kata – kata dalam undang –undang sesuai dengan kaidah bahasa. Sedangkan menurut Pitlo (Achmat Ali, 2002:166) interpretasi gramatikal adalah kita mencoba menangkanp arti sesuatu teks menurut bunyi kata-katanya, ini dapat terbatas pada suatu yang otomatis, yang tidak disadari, yang kita lakukan pada saat membaca.
Contoh : Pasal 372 “barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagaian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
Perkataan “memiliki dan “Menggelapkan” dalam pasal 372 tidak selalu mengandung sifat bermanfaat bagi diri peribadi. Dan Pasal 372 KUHP perbuatan terdakwa tidak merupakan penggelapan akan tetapi suatu kasus perdata.
3. interpretasi Historis
Menurut Achad Ali (2002:169) interpretasi historis adalah terdiri atas dua jenis, yaitu: interpretasi menurut sejarah undang –undang dan interpretasi menurut sejarah hukum.
Dalam interpretasi undang – undang hanya dapat diketahui dari orang yang terlibat dalam proses penggodokan suatu perundang –undangan, jadi metode ini adalah kehendak pembuat undang-undang yang dianggap menentukan. Yang dibuktikan dengan beberapa surat-surat dalam pembahasan proses perundang-undangan sampai pada suatu keputusan.
Contoh : undang-undang no. 10 tahun 2004 tentang pembentukan perundang-undangan. Ketika dalam suatu materi undang –undang mebutuhkan interpretasi, maka salah satu metode digunaka adalah metode histroris. Artinya meminta keterangan dari anggota legislatif yang menetapkan atau yang terlibat dalam proses pembentukan undang –undang sampai pada keputusan dalam lembaga legisatif.
4. iterpretasi Sistematis
menurut achad Ali (2002:169) interpretasi sistematis adalah metode yang menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan system perundang –undangan. Jadi perundang undangan dianggap sebagai suatu sistem yang utuh.
Contoh : dalam suatu masyarakat mengajukan perkara ke pengadilan maka pihak pengadilan tidak boleh menolak dengan alasan buka wewenang atau tidak ada hukum yang mengaturnya. Sebab undang dianggap sebagai suatu sistem yang utuh, tentu ada aturan dalam perundangn undangan yang mengaturnya.
5. interpretasi Sosiologis dan theologis
Achmad Ali (2002:166) bahwa metode menetapkan makna undang-undang berdasarkan tujuan kemasyarakata. Suatu undang–undang yang masih berlaku tetapi sebenarnya sudah usang dan tidak sesuai lagi dengan kebutuhan zaman. Interpretasi ini berdasarkan hubungan, kebutuhan masa kini, dengan tidak memperdulikan apakah hal itu pada waktu diundangkannya undang-undang itu dikenal atau tidak.
Contoh : Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan aturan untuk agama Islam pada soal perceraian, pernikahan dan warisan dalam KHI banyak pasal tidak berlaku dalam kondisi sosial sekarang ini; seperti persoalan pembagian warisan 1 : 2 akan tetapi dalam acaara peradilan agama tetap menggunakan 1 untuk perempuan dan 2 untuk laki-laki. Walaupun aturan tersebut masyarakat belum mengetahui dan menyepakatinya.
6. interpretasi komparatif
Menurut Achmad Ali (2002:175) interpretasi ini adalah metode membandingkan antara berbagai sistem hukum. Dengan demikian metode ini hanya terutama digunakan dalam bidang hukum perjanjian internasional.
Contoh: “ perbandingan sistem Hukum antara anglo saxon dan eropa continental.
7. interpretasi futuristis
Menurut Achmad Ali (2002:175), interpretasi ini djelaskan undang-undang yang berlaku sekarang Ius Constitutum, dengan berpedoman pada undang-undang yang belum mempunyai kekuatan hukum ius constitendum
Con toh :
8. interpretasi restriktif
Menurut Achmad Ali (2002:175) interpretasi restriktif adalah metode interpretasi yang sifatnya membatasi. Misalnya secara gramatikan tetangga dalam pasal 666 KUH perdata adalah setiap tetangga termasuk seorang penyewapekarangan sebelanya. Tetapi kalau dibatasi menjadi tidak termasuk tetangga penyewa.
Contoh : pasal 666 KUH Perdata dalah setiap tetangga termasuk seorang penyewa pekarangan sebelanya. Tetapi kalau dibatasi menjadi tidak termasuk tentangga penyewa.
9. interpretasi ekstensif
Menurut Achmad Ali (2002:175) interpretasi ekstensif adalah metode interpretasi yang membuat interpretasi melebihi batas–batas hasil interpretasi garamatikal.
Contoh : Pada pasal 492 KUH Pidana ayat (1) “Barang siapa dalam keadaan mabuk di muka umum merintangi lalu lintas, atau mengganggu ketertiban, atau mengancam keamanan oranglain, atau melakukan sesuatu yang harus dilakukan dengan hati –hati atau dengan mengadakan tindakanpenjagaan tertentu lebih dahulu agar jangan membahayakan nyawa atau kesehatan orang lain, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam hari, atau pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah.
Kalimat “dimuka Umum” bukan hanya dijalan lalu lintas, atau yang mengganggu ketertiban, atau mengancam keamanan orang lain. Akan tetapi meliputi semua tempat yang etrsedia bagi umum dalam hal ini losmen-losmen dan tempat minum.
1. Metode Argumentum Per analogis (analogi)
analogi merupakan salah satu jenis kontruksi hukum yang sering digunakan dala perkara perdata, tetapi yang menimbulkan polemik dalam penggunaannya dalam perkara pidana.
Contoh : dalam Pasal 1576 KU.perdata hanya mengatur tentang jual-beli tidak mengatur tentang wakaf maka hakim wajib melakukan penemuan hukum berdasarkan asas ius curia novit. Mencari esensinya peralihan Hak, maka metode ini digunakan penalaran induksi, berfikir dari yang khusus (Species) ke yang umum (Genus)..
2. Metode Argumentum A’Contrario
Menggunakan penalaran bahwa jika undang-undang menetapkan hal-hal tertentu untuk peristiwa tertentu, berarti peraturan itu terbatas pada peristiwa tertentu itu dan bagi peristiwa diluarnya berlaku kebalikannya.
Contoh : pada pasal 53 UU No.10 Thaun 2004 menjelaskan “masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penetapan maupun pembahasan rancangan undang undang dan rancangan peraturan daerah”. Penjelasan partisipasi tersebut ketika diatur dalam tatib legislatif. Artinya. keterlibatan bukan menjadi suatu kemutlakan kecuali diizinkan dalam atta terti legislatif.
3. Rechtsvervijnings (pengkongkritan hukum) oleh Hakim
Metode pengkongkritan hukum ini bertujuan untuk mengkongkritkan suatu aturan hukum yang terlalu abstrak.
Contoh : pasal 363 (1) KUHP “dengan tuduhan menyuruh melakukan pencurian, orang yang disuruh melakukan harus orang yang tidak dapat ipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Artinya bahwa pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersekutu, harus dilakukan secara turut serta melakukan dan bukan secara pembantuan.
4. Fiksi Hukum
Adalah metode penemuan hukum yang mengemukakan fakta-fakta baru kepada kita, sehingga tampil personifikasi baru dihadapi kita (satjipto Raharjo, 1982: 136).
contoh : dengan fiksi bahwa setiap orang dianggap mengetahui hukum yang berlaku sekalipun ia buta huruf atau tidak mengetahuinya sama sekali, berarti ia tetap diatur oleh hukum; contoh Pasal 372 “barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagaian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
Dalam hal ini seseorang sekalipun tidak pernah mengetahui tentang aturan pasal tersebut, ketika ia melakukannya maka ia dikenakan sanksi. Karena dianggap telah mengetahui aturan yang berlaku
Menko Kesra Agung Laksono mengumumkan terjadi 33 ledakan gas seberat 3 kilogram sepanjang tahun 2010.
“Ini data dari Pertamina,” ucap Agung usai memimpin Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) membahas sejumlah ledakan tabung gas 3 kg di Kemenko Kesra, Jakarta, Senin (28/6).
Jawa Barat menjadi wilayah tertinggi terjadinya ledakan dengan 12 kejadian. “Untuk Jabodetabek ada 10 ledakan,” tuturnya.
Dia mengatakan, kejadian ledakan gas tersebut terjadi bukan karena kualitas tabung gas dari pemerintah. Dari data yang masuk ke pemerintah, tidak ada ledakan karena tabung gas.
Ia merinci, ledakan gas paling banyak karena kualitas selang yang buruk sebanyak tujuh kejadian. “Akibat regulator rusak sebanyak lima peristiwa, dan katup sebanyak empat kejadian,” jelasnya.
Kebijakan Politik Pemerintah dalam memberantas peredaran Narkotika
Diposting oleh Firman Mulyadiundang-undang narkotika terbaru no 35 tahun 2009
I. Adanya Pembatasan Penyimpanan Narkotika
Masyarakat tidak diperbolehkan menyimpan narkotika untuk jenis dan golongan apapun. Pihak yang diperbolehkan melakukan penyimpanan hanya terbatas pada industri farmasi, pedagang besar farmasi, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter dan lembaga ilmu pengetahuaan.
Hal ini sangat menyulitkan pengguna narkotika yang sedang melakukan pemulihan, dimana para pengguna harus mengunjungi tempat-tempat tertentu. Pembatasan ini memungkinkan para pengguna narkotika untuk mendapatkan narktotika secara ilegal.
II. Pengobatan dan Rehabiltasi
Pasien dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa narkotika yang digunakan untuk dirinya sendiri yang diperoleh dari dokter dan dilengkapi dengan bukti yang sah .
Melalui UU No. 35/2009, para pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika tidak lagi diberikan kebebasan dan atas kehendak sendiri untuk sembuh. Rehabilitasi medis dan rehabilitasi social menjadi kewajiban bagi para pecandu.
UU No. 35/2009 juga mewajibkan pecandu narkotika untuk melaporkan diri mereka kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Kewajiban tersebut juga menjadi tanggung jawab orang tua dan keluarga.
Rehabiltasi medis dan sosial selain dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah ataupun masyarakat yang akan diatur dalam peraturan menteri . Pertanyaannya, apakah lembaga-lembaga yang memberikan pendampingan terhadap pecandu dapat dikategorikan sebagai tempat pihak yang melakukan rehabiltasi medis dan sosial?
III. Kewenangan BNN dan Penyelidikan
UU No. 35/2009 memberikan porsi besar bagi BNN. Salah satu kewenangan BNN adalah mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran nakotika dan prusukor narkotika. Selain itu BNN dapat mempergunakan masyarakat dengan cara memantau, mengarahkan dan meningkatkan kapasitas mereka untuk melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan narkotika dengan cara memberdayakan anggota masyarakat.
Dalam hal melakukan pemberantasan narkotika, BNN diberi kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap penyalahgunaan, peredaran narkotika, dan prekusor narkotika beserta dengan kewenangan yang dimilki penyelidik dan penyidik seperti penangkapan selama 3 x 24 jam dan dapat diperpanjang 3×24 jam ditambah penyadapan.
Pemberiaan kewenagan yang besar terhadap BNN, khususnya menjadikan BNN sebagai penyidik menimbulkan pertanyaan, apakah karena pihak kepolisiaan dinilai tidak bisa melakukan pengusutan terhadap tindak pidana narkotika dengan baik, kemudian kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan diberikan kepada BNN?
Porsi kewenangan BNN yang terlalu besar seperti dalam penahanan dan penggeledahan yang tidak dimiliki oleh penyidik kepolisiaan akan menimbulkan permasalahan secara kelembagaan, dan rasa persamaan hukum bagi tersangka yang diperiksa di BNN dan kepolisian.
IV. Putusan Rehabiltasi bagi para pecandu Narkotika
Walaupun prinsip dalam UU No. 35/2009 adalah melakukan rehabilitasi bagi para pecandu narkotika, tetapi dalam UU ini masih menggunakan kata “dapat” untuk menempatkan para pengguna narkotika baik yang bersalah maupun yang tidak bersalah untuk menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabiltasi. Hakim juga diberikan wewenang kepada pecandu yang tidak bermasalah melakukan tidak pidana narkotika untuk ditetapkan menjalani pengobatan dan rehabiltasi. Ketentuan tersebut menimbulkan pertanyaan:
- Apakah penggunaan kata “dapat” menjadi suatu acuan mutlak agar hakim untuk memutus atau menetapkan pecandu narkotika menjalani proses rehabilitasi?
- Apakah penerapan penjalanan pengobatan dan rehabiltasi juga diterapkan di tingkatan penyidikan dan penuntutan?
V. Peran Serta Masyarakat
Selain memberikan kewengan yang besar terhadap penegak hukum, khususnya BNN, UU No. 35/2009 juga mewajibkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan narkotika. Masyarakat dijadikan seperti penyelidik dengan cara mencari, memperoleh, dan memberikan informasi dan mendapatkan pelayanan dalam hal-hal tersebut. Dalam UU ini masyarakat tidak diberikan hak untuk melakukan penyuluhan, pendampingan dan penguatan terhadap pecandu narkotika.
Peran serta masyarakat yang dikumpulkan dalam suatu wadah oleh BNN dapat menjadi suatu ketakutan tersendiri karena masyarakat mempunyai legitimasi untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan narkotika tanpa adanya hak yang ditentukan oleh Undang-Undang.
VI. Ketentuan Pidana
UU No. 35/2009 memiliki kencederuangan mengkriminalisasi orang, baik produsen, distributor, konsumen dan masyarakat dengan mencantumkan ketentuan pidana sebanyak 39 pasal dari 150 pasal yang diatur dalam UU tersebut.
UU No. 35/2009 menggunakan pendekatan pidana untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap penyalahgunaan narkotika. Penggunaan pidana masih dianggap sebagai suatu upaya untuk menakut-nakuti agar tidak terjadinya penggunaan narkotika. Hal tersebut didukung dengan diberikannya suatu keweangan yang besar bagi BNN yang bermetafora menjadi institusi yang berwenang untuk melakukan penyadaran kepda masyarakat, melakukan penyelidikan, penyidikan, serta penuntutan dalam tindak pidana narkotika.
Lebih jauh, menilai ketentuan pidana yang diatur di dalam UU No. 35/2009 sebagai berikut:
a. Tidak mementingkan unsur kesengajaan dalam Tindak Pidana narkotika
Penggunaan kata ”Setiap orang tanpa hak dan melawan hukum” dalam beberapa pasal UU No. 35/2009 dengan tidak memperdulikan unsur kesengajaan, dapat menjerat orang-orang yang memang sebenarnya tidak mempunyai niatan melakukan tindak pidana narkotika, baik karena adanya paksaan, desakan, ataupun ketidaktahuaan.
b. Penggunaan sistem pidana minimal
Penggunaan sistem pidana minimal dalam UU No. 35/2009 memperkuat asumsi bahwa UU tersebut memang diberlakukan untuk memidanakan masyarakat yang berhubungan dengan narkotika. Penggunaan pidana minimal juga akan menutup hakim dalam menjatuhkan putusan walaupun di dalam prakteknya, hakim dapat menjatuhkan putusan kurang dari pidana minimal dan hal tersebut diperbolehkan oleh Ketua Mahkamah Agung.
c. Kriminalisasi Bagi orang tua dan masyarakat
UU No. 35/2009 memberikan ancaman hukuman pidana (6 bulan kurungan) bagi orang tua yang sengaja tidak melaporkan anaknya yang menggunakan narkotika untuk mendapatkan rehabilitasi. Meskipun unsur ’kesengajaan tidak melapor’ tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu, unsur tersebut tidak mengecualikan orang tua yang tidak mengetahui bahwa zat yang dikonsumsi anaknya adalah narkotika.
UU No. 35/2009 juga menuntut agar setiap orang melaporkan tindak pidana narkotika. UU ini memberikan ancaman pidana maksimal 1 tahun bagi orang yang tidak melaporkan adanya tindak pidana narkotika. Penerapan pasal ini akan sangat sulit diterapkan karena biasanya pasal ini digunakan bagi pihak-pihak yang ditangkap ketika berkumpul dengan para pengguna narkotika. Orang tersebut juga dapat dipergunakan sebagai saksi mahkota untuk memberatkan suatu tindak pidana narkotika. Pasal ini juga mengancam para pihak yang mendampingi komunitas pecandu narkotika.
Pada ketentuaan peran serta masyarakat dalam BAB XIII masyarakat tidak diwajibkan untuk melaporkan jika mengetahui adanya penyalahgunaan narkotika atau peredaran gelap narkotika. Ketentuan ini menunjukan ketidak singkronan antara delik formal dengan delik materiil.
d. Persamaan hukuman bagi percobaan dan tindak pidana selesai
UU No. 35/2009 menyamakan hukuman pidana bagi pelaku tidak pidana selesai dengan pelaku tidak pidana percobaan. Tindak Pidana Narkotika adalah suatu kejahatan karena perbuatan tersebut memiliki efek yang buruk. Delik percobaan mensyaratkan suatu tindak pidana tersebjut terjadi, sehingga akibat tindak pidana tersebut tidak selesai, sehingga seharusnya pemidanaan antara pelaku tidak pidana percobaan dan pelaku tidak pidana selesai harus dibedakan.
Setelah sempat tarik ulur mengenai waktu, akhirnya KPK akan memintai keterangan kepada Boediono dan Sri Mulyani. Dua pejabat negara itu akan diperiksa dalam penyelidikan kasus Bank Century.
"Dimungkinkan besok dua-duanya," kata wakil ketua KPK M Jasin saat ditemui usai RDP dengan Komisi III di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (28/4/2010) malam.
Jasin belum bisa memastikan waktu pemeriksaan Boediono dan Sri Mulyani. Soal berapa tim yang akan diturunkan dalam pemeriksaan kali ini, Jasin juga belum bisa memastikannya.
"Wah itu nanti teknis bagaimana kita lihat besok," elak Jasin.
Nama Mantan Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji mencuat setelah dirinya 'bernyanyi' soal adanya markus pajak di Mabes Polri. Dukungan dari berbagai kelompok melalui spanduk terbentang di pagar depan halaman rumahnya di Jl Cibodas I No 7, Puri Cinere, Depok, Jawa Barat. Sedikitnya ada 4 spanduk dukungan terhadap Susno mulai dari yang berukuran 60 x 40 cm hingga baliho berukuran 3 x 4 meter. Spanduk tersebut sudah terpasang sejak seminggu terakhir di teras dan pagar rumah Susno. Spanduk tersebut dipasang oleh para pendukung Susno dari berbagai organisasi massa dan gerakan mahasiswa yang mendukung untuk terus membongkar mafia pajak di tubuh Polri.
Hampir setiap hari rumah Susno didatangi oleh para pemburu berita untuk meminta keterangan dari Jenderal Bintang Tiga itu. Susno dan keluarga menerima baik setiap kedatangan para pewarta dan menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan kepadanya.
Sesekali tampak kerabat dan sanak saudara Susno terlihat mengunjungi rumah kediaman mantan Kapolda Jawa Barat ini. Dukungan moral serta simpati terus mengalir kepada Susno sebagai penyemangat agar tetap berkontribusi dalam upaya reformasi di tubuh Polri, hal itu juga yang dilontarkan oleh Poros Muda Cianjur yang diwakili oleh Ketua Poros Muda Cianjur yaitu Firman Mulyadi, di sela-selan kunjungannya untuk bersilaturahmi serta memberi dukungan secara moril kepada mantan Kabareskrim Mabes Polri tersebut. Dalam acara silaturahmi tersebut Komjen Susno Duadji mengatakan bahwa manuver dirinya melakukan hal tersebut tiada lain dan tiada bukan adalah untuk mereformasi institusi POLRI yang selama ini memang banyak masalah sekali. Dalam silaturahmi tersebut, ketua Poros Muda Cianjur yaitu Firman Mulyadi menyatakan dukungannya kepada Komjen Susno Duadji untuk terus maju dan tanpa takut untuk menegakan keadilan, serta membongkar semua ketidak adilan yang ada di negara kita. Pada prinsipnya kita sangat apresiasi sekali dengan manuver yang dilakukan oleh Komjen Susno Duadji ini, karena yang kami apresiasi adalah semangatnya untuk memperjuangkan kebenaran, masalah motif nya apa, menurut kami itu menjadi tidak penting, yang terpenting adalah semangat untuk menegakan kebenaran, kata Firman Mulyadi Ketua Poros Muda Ciaanjur ini.
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan alasan sosiologis tak dapat menjadi dasar dalam penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Hakim membatalkan SKPP itu dan memerintahkan kejaksaan membawa kasus Bibit-Chandra ke Pengadilan.
Sesungguhnya, tidak cuma alasan sosiologis saja yang mejadi dasar diterbitkannya SKPP itu oleh Kejaksaan Negeri Selatan. SKPP itu juga memuat alasan yuridis, bahkan disebutkan sebagai alasan pertama.
Website Kejari Jaksel yang beralamat di www.kejari-jaksel.go.id, Senin (20/4/2010), masih memuat riwayat lengkap penerbitan SKPP itu berikut alasan yang mendasarinya. Dimulai dari diserahkannya berkas kasus yang membuat Bibit-Chandra didudukkan sebagai tersangka itu pada 26 dan 30 November 2009.
Sehari setelah itu, atau persisnya tanggal 1 Desember 2009, Kejari Jaksel menerbitkan SKPP untuk menghentikan penuntutan perkara tersebut. Bibit dan Chandra saat itu juga diundang hadir ke Kantor Kejari Jaksel di Jl Rambai untuk menandatangani SKPP.
SKPP untuk Chandra bernomor Tap-01/0.1.14/Ft.1/12/2009, sedangkan SKPP untuk Bibit bernomor Tap-02/0.1.14/Ft.1/12/2009. SKPP itu diserahkan langsung oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Setia Untung Arimuladi.
Bibit dan Chandra sebelumnya disangkakan telah melalukan upaya pemerasan dan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan surat cekal tersangka korupsi Anggoro Widjojo dan pencabutan cekal buronan Joko Tjandra. Keduanya dianggap melangga Pasal 12 huruf e; Pasal 15 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 dan/atau Pasal 23 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 421 KUHP. Dengan terbitnya SKPP itu, penuntutan keduanya resmi dihentikan.
Arimuladi menyatakan, kedua perkara pimpinan KPK itu dihentikan dengan alasan yuridis. Perbuatan tersangka, meskipun telah memenuhi rumusan delik yang disangkakan, namun karena dipandang tersangka tidak menyadari dampak yang akan timbul atas perbuatannya, perbuatan tersebut dianggap hal yang wajar dalam rangka menjalankan tugas dan wewenangnya. Hal yang sama juga telah dilakukan pendahulu Bibit-Chandra, sehingga keduanya dapat diterapkan ketentuan Pasal 50 KUHP.
Sedangkan untuk alasan sosiologis, Arimuladi menyatakan, adanya suasana kebatinan yang berkembang saat itu membuat perkara Bibit-Chandra tidak layak diajukan ke pengadilan, karena lebih banyak mudharat dari pada manfaatnya. Penghentian penuntutan itu juga untuk menjaga harmonisasi lembaga penegak hukum (Kejaksaan, Polri dan KPK) dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi.
"Dan masyarakat memandang perbuatan yang dilakukan oleh tersangka tidak layak untuk dipertanggungjawabkan kepada tersangka karena perbuatan tersebut adalah dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenangnya di dalam pemberantasan korupsi yang memerlukan terobosan-terobosan hukum," demikian website tersebut menuliskan pernyataan Arimuladi.
Dalam berbagai kesempatan, baik Bibit dan Chandra telah membantah melakukan perbuatan yang disangkakan itu. Polisi menuding Bibit menerima uang sekitar Rp 1,5 miliar pada kurun waktu 12-18 Agustus 2008 di hotel Bellagio Residence, Jakarta. Namun, Bibit menyatakan, pada saat itu ia tengah berada di Peru.
Sementara Chandra mengatakan, tuduhan dirinya menerima uang itu sebagai fitnah. Ia menyesalkan berubah-ubahnya tanggal penerimaan uang itu di berkas polisi. Setelah menyebut uang itu diterimanya pada 27 Februari, polisi lantas mengubah menjadi tanggal 15 April dan terakhir sekitar Maret 2009.
Namun lagi-lagi ini bagaikan sebuah drama yang tidak usai-usai, masyarakat telah lelah menyaksikan semua drama ini, siapa benar dan siapa salah jadi pertanyaan yang penting, apakah dimenangkan pra peradilan oleh pihak Anggodo ini mengidentifkasikan dengan adanya rencana KPK untuk memanggil pejabat-pejabat penting negara terkait kasus 6,7 Triliun ??? Entahlah tapi masyarakat telah lelah, energi kita telah terkutas habis untuk sebuah drama yang belum berujung.
Direktorat Jenderal Imigrasi memegang dua identitas dengan inisial SJ. Dua orang itu adalah Sjahril Djohan dan satunya Syahril Syah Johan.
"Ada dua identitas yang mirip SJ dan sampai saat ini kita masih belum dapat memastikan apakah dua orang itu yang dimaksud," kata Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian Ditjen Imigrasi, Muchdor, di kantornya, Jakarta, Jumat 9 April 2010.
Muchdor menjelaskan, berdasarkan data imigrasi, Sjahril Djohan diketahui pernah melakukan perjalanan ke Australia pada 27 Februari 2009 melalui Bandara Soekarno Hatta. Sjahril diketahui juga telah kembali ke Indonesia pada 1 NOvember 2009 dari Amsterdam.
Sedangkan untuk Syahril Syah Johan, diketahui melakukan perjalanan ke Kuala Lumpur pada 13 Desember 2009. "Hingga kini belum ada data kepulangannya," jelasnya.
Dalam pertemuan tertutup dengan Komisi III Bidang Hukum DPR kemarin, Komisaris Jenderal Susno Duadji menyebut dua inisial yakni MP, mantan petinggi Polri dan SJ, si makelar kasus. "Karena memang ada Mr X yang dekat dengan MP. Menurut Susno, Mr X yang berinisial SJ itu mantan orang Deplu (Departemen Luar Negeri)," kata anggota Komisi III DPR Nashir Djamil dalam perbincangan dengan VIVAnews, Jumat 9 April 2010.
Kendati demikian, kata dia, dalam pertemuan tertutup itu Susno hanya menyebut inisial. Susno tidak merinci siapa orang berinisial SJ itu dalam rapat tertutup kemarin.
"Dia disebut mafia. Kalau ada kasus-kasus, SJ turut merekayasa kasus," ujar anggota DPR dari daerah pemilihan Nanggroe Aceh Darussalam ini.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9y0S5RknqOQatiHeoueeoS_t1RPEwRW1gMZRwsxqiRqaYBXODPjjXI3a8bs9X4lX-MMWYaRzbcSxfexoI1WfM-qHBW6RJXeQOmDX6_eVa7ekCj9U8Zjyw6HFM65ZTCPrcsr9iPdGO3WkZ/s400/susno.jpg)
"In absensia tetap berjalan," ujar Kadiv Humas Polri Irjen (pol) Edward Aritonang, di Mabes Polri, Jumat (26/3) sore. Pasalnya, Mabes Polri menganggap Susno tak bersikap kooperatif untuk memenuhi panggilan pemeriksaan terkait kasus dugaan pelanggaran disiplin dan kode etik.
Dengan penolakan ini Mabes Polri menganggap mantan kabareskrim itu tidak menunjukkan itikad baiknya. "Komjen (pol) Susno memang tidak berniat untuk memenuhi tanggungjawab dan kewajiban," tandas Edward.
Lebih lanjut dijelaskan, tanda-tanda kurang kooperatifnya Susno telah nampak mulai dari panggilan pertama Kamis (18/3) lalu. Saat itu, Susno, menolak hadir dengan alasan sedang memenuhi panggilan serupa dari Satgas Anti Mafia hukum. Namun Dalam panggilan kedua, papar Edward, Susno hadir namun tak mau menjawab detail pertanyaan penyidik dengan bebebrapa alasan.
Sedangkan dalam pemanggilan ke tiga pagi ini, Susno hadir namun menolak diperiksa. Alasannya, dasar aturan pemeriksaan berupa Peraturan Kapolri (Perkap) yang digunakan sebagai dasar, belum diundangkan. Namun ujar Edward, penafsiran ini keliru. Sebab, Perkap itu telah disahkan jauh sebelum aturan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 1 tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebaran Peraturan diterbitkan.
Perpres itu mensyaratkan agar setiap peraturan yang dibuat pejabat setingkat menteri harus diundangkan dan dimasukkan dalam lembaran negara. Maksud Perpres ini, jelas Edward, Perkap yang dimasukkan lembaran negara adalah peraturan yang dibuat setelah 2007 atau setelah Perppres 1/2007 diterbitkan. "Ini (perkap) disahkan jauh sebelumnya,’’ tambah Edward.